Senin, 27 Juni 2016

INDONESIA NEGARA PERTAMA YANG MENERAPKAN B20 : SEBUAH KESEMPATAN EMAS UNTUK MEWUJUDKAN GENERASI EMAS 2045

Oleh : Alvin Rachmat


            Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki kekayaan alam yang melimpah di dunia. Sebagai mahasiswa yang tentunya akan menjadi penerus bangsa dalam mengelola kekayaan Indonesia ini, tentunya kita harus memiliki jiwa yang kuat untuk terus membangun Indonesia. Oleh karena itu sebagai ujung tombak perubahan Indonesia, tentulah mahasiswa harus berani untuk terus melangkah maju dan terus berpikir dan berkarya bagi kemajuan negara kita.

            Salah satu kekayaan terbesar yang dimiliki oleh Indonesia adalah luas wilayahnya dan luas lahannya. Sebagai negara agraris, tentulah Indonesia memiliki peluang yang besar di sektor pertanian dan perkebunan. Ranah pengembangannya antara lain pada bidang pertanian dan perkebunan pangan, bioenergi, dan kemurgi. Juga sebagai negara agraris, tentunya sudah peranan negara untuk memajukan dan mengolah pertanian dan perkebunan Indonesia menuju ke arah yang lebih tinggi, baik pemerintah maupun rakyat itu sendiri.

            Salah satu sektor yang harus dikembangkan pemerintah dalam era kemajuan teknologi dan penelitian ini ialah perkebunan dan pertanian sektor energi atau bioenergi. Dalam peranannya sebagai pemaju negara, pemerintah telah membuat kebijakan yang baik untuk memajukan pertanian dan perkebunan di bidang energi ini. Memanfaatkan beribu-ribu lahan sawit yang telah ditanam di Indonesia, pemerintah telah berhasil dalam teahap awal untuk mewujudkan suatu kebijakan yang mendukung kemajuan Indonesia di sektor ini.


Text Box: Tabel 1 Statistik konsumsi BBM tahun 2014            Sebelumnya, bioenergi sendiri terbagi menjadi beberapa jenis. Yang pertama yaitu bioethanol, untuk dicampurkan pada bahan bakar tipe mesin bensin atau mesin otto. Yang kedua ada biodiesel, untuk dicampurkan pada bahan bakar tipe mesin diesel. Sebenarnya masih banyak jenis bahan bakar bio-bio lainnya, namun dua bahan bakar ini sebenarnya sudah cukup untuk merepresentasikan dua bahan bakar yang paling sering digunakan di dunia pada umumnya dan Indonesia pada khususnya.

Dari tabel tersebut didapatkan bahwa salah satu penggunaan bahan bakar yang paling banyak di Indonesia yaitu bahan bakar solar. Dalam penggunaannya minyak solar dikonsumsi sebanyak 32,6 juta kiloliter. Sedangkan premium masih pada posisi nomor dua yaitu sebanyak 29,7 kiloliter. Dengan melirik hasil ini, pemerintah memang sudah  seharusnya mengambil kebijakan yang tepat untuk mengurangi ketergantungan negara ini pada bahan bakar fosil khususnya solar.

Pada tahun 2015 sendiri, Indonesia telah mengimpor 300 juta barel minyak mentah dan BBM, dimana 200 jutanya adalah BBM, setara dengan 31,8 juta kl, sudah termasuk solar, premium, dan lain-lain.

Kembali kepada pembahasan awal tentang sawit, lalu apa hubungannya dengan itu? Sebenarnya pemerintah telah membuat terobosan dalam mengurangi ketergantungan konsumsi solar fossil impor ini, yaitu dengan mencampurkan biosolar murni ke solar fosil sebanyak 20 persen, dan akan diterapkan baik dalam industri maupun dalam sektor bahan bakar kendaraan.

Perlu kita ketahui bersama kebijakan penyerapan B20 ini merupakan yang pertama di dunia, yeng berarti Indonesia sudah termasuk salah satu yang berada di garis terdepan dalam pengembangan biodiesel. Kebijakan ini didukung dengan Indonesia sebagai produsen sawit terbesar di dunia. Kebijakan ini mulai menggiat dikala BPDP sawit meneken kontrak 1,5 juta kiloliter dengan produsen kelapa sawit di Indonesia, pada awal Mei 2016 lalu, meskipun sebenarnya telah diinisiasi idenya sejak setahun lalu.

            Tentunya pemerintah sendiri telah membuat peraturan yang lebih ketat dalam rangka mengawal kebijakan ini. Seperti dilansir pada bisnis.liputan6.com, mengutip Sofyan Djalil usai rapat koordinasi tentang Badan Pengelola Dana Perkebunan (BPDP) mengatakan, pemerintah ingin menegakkan peraturan lebih ketat agar industri melaksanakan amanat tersebut. Mantan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian itu mengaku, jika lalai atau mangkir dari kewajiban mencampur biodiesel dengan solar, maka perusahaan yang ditunjuk BPH Migas untuk menyalurkan BBM bersubsidi ini akan kena denda Rp 6.000 untuk setiap liter.

            Sebelumnya, Vice President Corporate Communication PT Pertamina (Persero) Wianda Pusponegoro mengatakan, tahun depan sesuai dengan roadmap pemerintah akan menaikkan persentase mandatori pemanfaatan FAME (Fatty Acid Mthyl Ester) pada bahan bakar diesel dari saat ini yang berada di level 15 persen untuk PSO dan industri dan 25 persen untuk ketenagalistrikan, menjadi 20 persen dan 30 persen. Total proyeksi kebutuhan FAME yang dapat dipasok Pertamina pada tahun depan diperkirakan mencapai 5,14 juta kl, terdiri dari 2,76 juta kl untuk PSO 1,12 juta kl untuk biosolar industri, dan 1,26 juta kl Biosolar yang dipasok untuk pembangkit listrik. Besaran ini lebih tinggi dibandingkan dengan proyek awal sekitar 4,8 juta kl.
            Kementrian ESDM juga telah mmbangun 33 tangki biodiesel di beberapa tempat di Indonesia. Seperti dilansir bisnis.liputan6.com lagi, Direktur Jenderal Direktorat Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian ESDM, Rida Mulyana mengatakan, pembangunan tersebut menggunakan dana Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) 2016 sebesar Rp 68 miliar. Rida mengungkapkan, pembangunan tangki penyimpanan tersebut bertujuan untuk membantu PT Pertamina (Persero) menyalurkan biodiesel pada wilayah yang belum terjangkau karena belum adanya fasilitas penyimpanan tersebut. Rida menyebutkan, wilayah yang akan menjadi sasaran pembangunan tangki tersebut adalah Maluku dan Balongan Indramayu Jawa Barat.

            Pemerintah juga telah memberikan subsidi pada biodiesel ini sebesar Rp 1000 per liter, mengutip perkataan direktur utama BPDP sawit, Bayu Khrisnamukti (14/7/2015) seperti dilansir bisnis.liputan6.com. Subsidi ini penting mengingat harga biosolar dibanding solar biasa yang jauh lebih tinggi. Sebaiknya subsidi ini dipertahankan dahulu hingga saatnya masyarakat tahu benefit dari memakai biosolar ini.

            Pemerintahpun akan memungut dana ekspor sawit terhitung mulai 16 Juli 2016 nanti. Eksportir dibebani tarif US$ 50 per ton dari setiap pengiriman CPO. Dana dukungan Rp 600-Rp 700 per liter ini, kata Bayu diberikan BPDP melalui produsen dalam hal ini Pertamina. Itu artinya konsumen akan memperoleh benefit dari dana dukungan sawit tersebut.

            Lalu apa yang kira-kira dapat penulis berikan sebagai saran untuk perkembangan suatu inisiatif yang baik dari pemerintah ini? Melirik dari sektor sasaran bahan bakar minyak yang mayoritasnya adalah moda transportasi, maka sangat sepatutnya pemerintah selain mendukung langsung dari sektor perkebunan dan kebijakan lapangannya, pemerintah juga harus menguatkan dari sektor fisik transportasinya. Namun, fisik transportasi yang dimaksud bukanlah penampakan luar mobilnya.

             Fisik transportasi yang dimaksud disini ialah sektor mekanis dari mobil itu sendiri. Mobil digerakkan oleh mesin yang mempunyai berbagai macam jenis dan bahan bakar dan disesuaikan dengan sebuah bahan bakar baku yang telah ditentukan nilai-nilai fisik dan kimiawinya untuk mengoptimalkan keefisienan mobil tersebut.

            Mesin itu sendiri punya porsi masing-masing untuk tiap bahan bakar nabati, jika bahan bakar yang dipakai itu dicampur dengan bahan bakar nabati. Mobil bermesin diesel, tidak bisa begitu saja dicampur dengan biosolar berkadar 100. Mesin dari mobil seperti itu punya mekanisme tersendiri agar mengefisienkan bahan bakar utama yang dipakainya.

            Namun bukan berarti biodiesel tidak bisa masuk ke tangkinya, Dengan porsi-porsi tertentu, biodiesel dapat bejalan pada mesin-mesin diesel. Pada umumnya batas porsi itu tidak melebihi 20 persen. Solar yang dicampur biodiesel pun mempunyai kelebihan-kelebihan tertentu yang membuat nilai dari bahan bakar tersebut baik terhadap keawetan dan performa mesin diesel.

            Jika lebih dari porsi yang telah disepakati, maka mesin diesel tidak akan berjalan dengan semestinya, dan nilai lebih bahan bakar campuran biodiesel tersebut mulai menurun hingga kadarnya 100 persen. Jika ingin mencampur biodiesel lebih dari yang telah disepakati, maka mesin harus dimodifikasi terlebih dahulu. Namun biasanya bukan suatu hal yang umum masyarakat memodifikasi mesinnya agar kompatibel dengan biodiesel lebih dari 20 persen (batas yang disepakati pada umumnya), karena B100 (sebutan untuk biodiesel dengan 0 persen solar fosil) belum menjadi suatu yang komersial pada SPBU.

            Disinilah peran teknologi  berjalan bagi kemajuan suatu bangsa. Brazil adalah salah satu negara yang juga sudah menerapkan regulasi bahan bakar nabati atau bioenergi sejak 1970-an. Namun, jika Indonesia maju dari sisi biodiesel, Brazil maju dari segi bioetanolnya. Sebagai salah satu penghasil gula tebu terbesar di dunia, sekitar 40 tahun lalu Brazil telah mencoba peruntungannya dibidang bioenergi, sampai sekarang telah menjadi pemimpin dalam teknologi perindustrian bioetanol.

            Jika kita meneropong ke negara tersebut, sebenarnya negara tersebut telah memacu industri automotifnya untuk terus mengembangkan teknologinya. Perusahaan automotif disana telah banyak beradaptasi dengan perkembangan kebijakan bioenergi di negara tersebut. Belakangan pada 2003, mobil berjenis flex telah popular di negara tersebut, karena munculnya sebuah mobil yang dapat menyesuaikan berapapun kandungan etanol yang tercampur pada mobil itu.

            Kendaraan bahan bakar fleksibel atau kendaraan bahan bakar ganda adalah kendaraan bahan bakar alternatif dengan mesin pembakaran dalamnya yang didesain bisa menggunakan lebih dari 1 jenis bahan bakar, biasanya adalah bensin yang dicampur dengan etanol ataupun metanol. Mesin-mesin berbahan bakar fleksibel modern dapat menggunakan bahan bakar dengan campuran berapa saja di dalam ruang bakarnya karena injeksi dan waktu percikannya sudah diatur otomatis oleh sensor elektronik. Kendaraan bahan bakar fleksibel berbeda dengan kendaraan bi-bahan bakar, dimana kedua bensin disimpan di kedua tangki yang berbeda dan mesinnya hanya membakar satu tipe bahan bakar saja pada saat bekerja, misalnya CNG, Elpiji, atau hidrogen.

Sebenarnya mobil flex telah lama hadir di dunia, namun baru kali ini dibangkitkan kembali dari vakumnya yang panjang. Kendaraan bahan bakar fleksibel pertama di dunia adalah Ford Model T yang diproduksi tahun 1908-1927. Mesin mobil ini berteknologi karburator yang bisa menggunakan bahan bakar bensin atau etanol, atau campuran keduanya. Perusahaan otomotif lainnya juga menyediakan variasi mesin yang bisa berbahan bakar etanol. Henry Ford sendiri tetap mengusahakan etanol sebagai bahan bakar pada masa pelarangan. Tapi, karena harga minyak yang rendah saat itu, maka bensin menjadi lebih populer. Pada tahun 1973, ketika munculnya krisis minyak, maka persediaan minyak saat itu menipis dan kesadaran masyarakat akan bahayanya ketergantungan minyak. Krisis ini menimbulkan celah baru bagi etanol dan bahan bakar alternatif lainnya.

Lalu apa hubungannya dengan perkembangan biodiesel Indonesia? Melihat perkembangan bioetanol Brazil kini yang telah berimbas pada perkembangan mobil flex etanol, rasanya bukan mustahil bagi Indonesia yang telah menginisiasi regulasi biodieselnya, sehningga ada harapan pada kedepannya kebijakan ini berimbas kepada adaptasi perusahaan otomotif yang sasaran penjualannya ke Indonesia dan pemerintah maupun swasta melakukan penelitian mobil flex biodiesel kedepannya, karena sebenarnya mobil flex kebanyakan berbasis etanol.

 Jika perkembangan mobil tersebut terlaksana, bukan tidak mungkin kedepannya Indonesia akan memimpin kemajuan pesat pada sektor energi dan transportasi berbasis bioenergi ini, mengingat dari segi produsen dan dari transportasi akan melengkapi kebijakan bioenergi ini dari dua sisi.

Akhir kata, dengan inisiasi regulasi biodiesel 20 persen ini, yang merupakan pertama di dunia, terdapat sebuah kesempatan emas memajukan Indonesia dibidang energi, dimana Indonesia sebagai pemimpin kemajuannya. Oleh karena itu, persiapannya dan pengawasannya harus dipersiapkan sedini mungkin oleh kita bersama, terutama para mahasiswa.

Jiwa nasionalisme bukan sembarang jiwa, bukan jiwa yang terbuat dari kata-kata semata, didalamnya haruslah terdapat solusi, walaupun hanya solusi singkat namun harus ada harapan didalamnya agar membuat para pemimpin di negeri ini tergerak pikirannya sehingga mereka semakin terkoreksi dengan pemikiran-pemikiran berbagai kesempatan yang terkadang susah dilihat oleh pemegeng-pemegang jabatan di negeri ini.

http://www.kemenperin.go.id/artikel/1075/Indonesia-Produsen-Kelapa-Sawit-Terbesar
http://www.republika.co.id/berita/ekonomi/makro/16/05/03/o6ln71382-bpdp-sawit-teken-kontrak-15-juta-kiloliter-biodiesel
http://bisnis.liputan6.com/read/2376571/mangkir-mencampur-biodiesel-dengan-solar-siap-kena-denda
http://bisnis.liputan6.com/read/2365144/kementerian-esdm-bangun-33-tangki-biodiesel
http://bisnis.liputan6.com/read/2272985/dari-celengan-sawit-masyarakat-dapat-tambahan-subsidi-solar

https://id.wikipedia.org/wiki/Kendaraan_bahan_bakar_fleksibel

WOWW!!!

MENGAPA TIDAK LIKE AJA UNTUK MENDAPAT UPDETAN BLOG INI?